Apresiasi Antologi Puisi Tunggal Penyair Kebumen Sugiyatno DM

Antologi puisi tunggal, Masih Ada Jejakmu Di Sini (2024) adalah karya terbaru dari penyair asal Kebumen, Jawa Tengah, Sugiyatno DM. Setelah sebelumnya berturut-turut melahirkan Pendulum Kefanaan (2021) berikutnya Membaca Makna (2022) dan yang ketiga Bintang Timur yang Temaniku Subuh (2023).

Dalam hal produktivitas berkarya Sugiyatno DM sejauh ini amat menonjol. Hal tersebut sangat saya apresiasi, karya sastra puisi Sugiyatno khususnya dalam antologi tunggal hemat saya luar biasa.

Tidak mudah menghasilkan 500 (lima ratus) judul puisi, namun tidak demikian dengan penyair Sugiyatno. Karyanya terasa sarat puitik. Seperti dapat kita simak berikut ini:
MASIH ADA JEJAKMU DI SINI
/Di sini pernah ku letakkan mimpi/
/Namun saat ku kembali jejakmu sudah tak ada lagi/
Pada dua bait pertama ini penulis dengan manisnya menyajikan diksi “ku letakkan mimpi”. Pembaca dibawa untuk berimajinasi oleh penyair, kira-kira diletakkan di mana mimpi yang dimaksudkan. Mengapa pula saat “ku kembali”, sang penyair tidak menemukan jejakmu. Siapa “mu” dalam konteks larik ini?

Pada bait kedua larik pertama pembaca dibawa kembali oleh penyair ke dalam ruang imajinasi yang membuat pembacanya larut dalam suasana “miris”. Oleh karena penyair mengilustrasikan apa yang dilukiskan tentang “kuletakkan” mimpi di larik pertama bait pertama, /Tenggelam dalam kabut terkubur di belantara/ Pembaca terbawa dalam suasana, /Entah di mana bisa kutemui/ Menyimak larik-larik ini maka pembaca kembali masuk dalam ruang perasaan penyair.

Pada larik berikutnya, makin jelas arus kehilangan sang penyair dengan diksi yang terkesan pasrah, /Hanya bisik sunyi/ kemudian diikuti larik, /Terbalut senyum kecil lirik di kedalaman hati/

Pada bait akhir dari puisi sepuluh larik ini, penyair menuntun pembacanya kepada sedikit penjelasan, /Di sini di antara batu-batu masa lalu/, mari kita pahami bahwa diksi “batu-batu” lebih sebagai simbol prasasti di mana sebuah cerita kebersamaan pernah terbangun dengan sangat indah. Hal itu dapat kita maknai pada larik,
/Kutitip kembali selarik puisi/, adalah pesan yang tiada dapat terlupakan/dilupakan, oleh penyair dan “kau”, sebagaimana larik berikutnya, /Agar bisa kau sampaikan/ kepada “ku” (penyair), /Bahwa rindu masih utuh di hati/.

Hemat saya, penyair sangat tepat menggunakan judul puisi ini sebagai puisi unggul di antara puisi-puisi unggul lainnya. Pada puisi ini, ada kekuatan yang mengikat ingatan penyair kepada kisah di seputar masa lalunya.

Kepenyairan Sugiyatno DM tidak diragukan lagi. Setiap karyanya senantiasa menyisakan kekaguman dari pembacanya. Selain kekuatan dalam pilihan diksi, Sugiyatno DM piawai memanfaatkan setiap momentum yang ada di sekitarnya. Selalu dan pasti tidak disia-siakannya, untuk kemudian menjadi sebuah karya puisi sepuluh larik yang sejauh ini menjadi pilihan pertama baginya.

Dengan satu apresiasi yang saya hantarkan ini, sudah cukup mewakili sekian judul puisi yang menghiasi antologi penyair Sugiyatno DM, yang berprofesi sebagai pendidik.

Pada akhirnya, PuSeRik atau puisi sepuluh larik, semakin banyak diminati, semakin banyak yang memilih untuk berkarya dalam format, yang kami (Eddy R Yusuf) gagas dan kreasikan sekitar lima tahun yang lewat.

Selamat kepada Pak Sugiyatno DM, atas kelahiran antologi puisi tunggal yang keempat ini. Dengan satu masukan, teruslah bersemangat berkarya, karena mewariskan kreasi seni sastra puisi, bernilai sepanjang waktu.

Tangerang, 10 September 2024

Ditulis oleh: Eddy Yusuf

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours