Faktor Manusia Mempercepat Terkabulnya Doa

PERKASANUSANTARA.COM – Penaklukan Konstantinopel kedua kalinya di akhir zaman termasuk salah satu tanda kiamat. Ia merupakan peristiwa besar sekaligus unik, karena amat berbeda dengan penaklukan di masa Sultan Muhammad Al-Fatih.

Pada penaklukan Konstantinopel yang pertama khilafah Utsmaniyah mengerahkan kekuatan militer yang besar, dengan dukungan persenjataan paling modern pada masa itu, pengepungan selama dua bulan, dan pertarungan dahsyat yang menentukan.

Namun dalam penaklukan Konstantinopel di akhir zaman kaum muslimin tidak mengerahkan persenjataan paling modern dan terlibat pertempuran dahsyat. Bukan meriam raksasa yang meruntuhkan benteng Konstantinopel di akhir zaman, melainkan teriakan TAHLIL dan TAKBIR yang gegap gempita memenuhi udara.

Sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari Abu Hurairah bahwasanya nabi bersabda:
“Apakah kalian pernah mendengar suatu kota yang terletak sebagiannya di darat dan sebagiannya di laut?” Para sahabat menjawab: pernah wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda, “tidak terjadi hari kiamat sehingga ia diserang oleh 70.000 orang dari bani Ishaq. Ketika mereka telah sampai di sana, maka mereka pun memasukinya. Mereka tidaklah berperang dengan senjata dan tidak melepaskan satu anak panah pun. Mereka hanya berkata La ilaha illallah wallahu akbar, maka jatuhlah salah satu bagian dari kota itu yang berada di laut.
Kemudian mereka berkata yang kedua kalinya La ilaha illallah wallahu akbar, maka jatuh pula bagian kota yang berada di darat. Kemudian mereka berkata lagi La ilaha illallah wallahu akbar, maka terbukalah semua bagian kota itu. Lalu mereka pun memasukinya.

Ketika mereka sedang membagi-bagikan harta rampasan perang, tiba-tiba datanglah seseorang (setan) seraya berteriak: “Sesungguhnya Dajjal telah keluar. Kemudian mereka meninggalkan segala sesuatu dan kembali.”

Dua kali teriakan TAHLIL dan TAKBIR pasukan Al Mahdi yang berkekuatan 70.000 prajurit Bani Ishaq mampu meruntuhkan benteng kokoh yang melindungi Konstantinopel di darat dan lautan.

Teriakan TAHLIL dan TAKBIR yang ketiga, menjebol pintu gerbang kota, sehingga pasukan Al Mahdi menyerbu ke dalam kota, mengalir, dan meluber bak banjir bandang yang menghanyutkan semua hal. Mental penduduk dan pasukan Konstantinopel telah runtuh sebelum atau bersamaan dengan jebolnya pertahanan kota. Kaum muslimin menguasai kota sepenuhnya menawan semua penduduknya dan meraih Hatta rampasan perang yang tak terhitung jumlahnya. “Duhai gerangan, ada rahasia apakah di balik dzikir mereka?”

Di layar kaca, sahabat-kerabat semua pasti telah seringkali menyaksikan pengajian dzikir berjamaah yang dihadiri oleh ribuan hadirin, laki-laki dan perempuan, sang ustadz, habib, atau kyai yang harus kharismatik menyampaikan ceramah yang begitu memukau dan menggugah nurani.

Lantunan dzikir dan istighfar membasahi bibir, menyentuh kalbu, dan membuat ribuan hadirin meneteskan air mata. Sebagian bahkan terisak-isak. Suasananya begitu khusyu’. Wajah mereka mengisyaratkan taubat.

Sahabat-kerabat pasti juga pernah menyaksikan, setidaknya lewat layar kaca, para pengikut tarekat tertentu yang menyendiri di ruangan khusus nan sempit-seringkali disebut “Zawiyah” (merupakan suatu ruangan yang terdapat di sudut masjid, yang juga disebut sebagai maksurah dan difungsikan untuk kajian dan pendalaman ilmu dan sebagai tempat seorang Sufi menyepi).

Atau, mereka berkumpul di sebuah masjid, terkadang mengelilingi makam seorang ulama terkenal. Mereka melantunkan dzikir-dzikir tertentu yang jumlahnya bahkan mencapai puluhan ribu kali.

Mereka juga tenggelam dalam suasana yang khusyuk. Acapkali, karena cepat dan banyaknya dzikir yang mereka lantunkan, mereka sampai tidak menyadari lagi lafal yang mereka ucapkan. Bahkan, ada yang sampai pingsan.

Dibandingkan dzikir berjamaah ribuan muslimin dan muslimat dengan deraian air mata di layar kaca, atau dzikir para pengikut tarekat di atas, dzikir 70.000 Bani Ishaq dari pasukan Al-Mahdi memang tidak sempat mengundang tetesan air mata.

Jumlah lantunan dzikir nya pun sangat sedikit hanya tiga kali, lafal dzikir nya pun biasa-biasa saja, namun pengaruh yang ditimbulkannya justru luar biasa, meruntuhkan benteng pertahanan darat dan laut, membobol gerbang kota, dan menyiutkan nyali pasukan pengawalnya.

Bandingkan dengan pengaruh dzikir berjamaah dengan deraian air mata dan dzikir tarekat di layar kaca tersebut nyaris tidak membawa pengaruh apa-apa, selain kekhusyukan, ketentraman jiwa dan pertaubatan yang “semu”.

Faktor pertama yang membedakan zikir berjamaah atau zikir tarekat tersebut dengan dzikir pasukan Al-Mahdi adalah faktor manusianya, yaitu si pelaku zikir. Pepatah yang sangat terkenal menyatakan “man behind the gun”.

Khasiat sebuah dzikir amat ditentukan oleh kualitas manusia yang mengucapkannya.

Sekadar contoh, kekuatan dzikir seorang pemimpin yang koruptor di sisi Hajar Aswad pada musim Haji tentu sangat berbeda dengan kekuatan dzikir seorang rakyat miskin korban korupsi pada sepertiga malam yang terakhir.

Pada dzikir yang pertama, pakaian ihram yang serba putih (warna putih melambangkan kesucian), Hajar Aswad sebagai tempat doa yang paling mustajab, kemuliaan Mekah, kesucian bulan Dzulhijjah dan keutamaan ibadah haji merupakan gabungan banyak faktor yang membuat dzikir begitu “bertenaga”.

Hanya saja, semua faktor pendukung kemustajaban dzikir tersebut menjadi sia-sia belaka tatkala semuanya diraih melalui jalan yang haram, yaitu korupsi. Dan korupsi kembali kepada faktor manusia, yaitu pemimpin yang melaksanakan ibadah haji tersebut.

Pada dzikir yang kedua faktor manusia justru semakin mempercepat terkabulnya doa. Pelakunya adalah korban kezaliman pemimpin, sementara doa orang pasti dikabulkan oleh Allah selain itu pelaku memanjatkan dzikir nya pada waktu yang sangat tepat, yakni pada sepertiga malam yang terakhir, saat Allah turun ke langit dunia untuk memenuhi doa hamba-Nya.

Sumber: Dzikir Akhir Zaman, Abu Fatihah Al Adnani

Editor artikel: Eddy Foto : Istimewa

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours